Jumat, 29 April 2011

Sumbangan = tekanan moral


Sepulang kuliah saya sudah diganggu dengan ocehan ibu saya, entah apa yang menjadi permasalahannya. Saya pun di jadikan tempat penyampaian unek-unek ibu saya, sebagai anak yang baik saya dengan berat hati mendengarkan gerutuan ibu saya. Kejadian bermula ketika adik saya pulang, adik saya ini bersekolah di SMP N 2 Sokaraja dia masih kelas satu. Ketika dia pulang, seperti biasanya dia menceritakan hal yang terjadi di sekolahnya, namun topik hari ini adalah masalah sumbangan sekolah,begini ceritanya,  waktu pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) semua siswa seperti biasa digiring ke lab. Komputer untuk melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar, namun sebelum pembelajaran hari itu dimulai sang guru memulai nya dengan pengumuman yang initinya meminta iuran perawatan komputer dan Internet sebesar 5.000 satu anak perminggu. Lalu di lanjutkan dengan nasehat yang sungguh memalukan bagi saya yaitu, bila terdapat anak yang merusak komputer, maka dia akan menggantinya. Yang menjadi bahan humor antara saya dan ibu saya adalah ketika adik saya bercerita pada saat pembelajaran berlangsung teman-temannya tidak berani memegang mouse, dikarenakan takut rusak dan nantinya di suruh mengganti.
Dalam kasus ini saya berpikir apakah benar fungsi sekolah untuk mencerdaskan anak didiknya atau malah sebagai lembaga yang bertujuan memperkaya para oknum yang ada didalamnya? Mungkin anda para pembaca, berpikiran sama dengan saya yaitu, kemana dana BOS?
Dana BOS atau Bantuan Operasional Sekolah yang menjadi program pemerintah, dirasakan tidak manjur oleh para orang tua siswa kebanyakan termasuk ibu saya sendiri, bila kita lihat tujuan dana BOS itu sendiri adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan memenuhi wajib belajar sembilan tahun. Memang tujuannya sangat bagus dan mulia tapi dalam prakteknya melenceng jauh dari teorinya.
Banyak orang tua siswa yang mengeluhkan sumbangan-sumbangan yang di buat oleh sekolah, sumbangan tersebut dianggapnya sebagai bahasa halus dari pungutan liar yang memang sudah menjamur di negeri tercinta ini. Sumbangan seperti menjadi suatu tekanan moral yang dihadapi para wali murid, Ibu saya contohnya ibu saya memang selalu hormat dengan yang namanya sumbangan, entah sumbangan apa saja kalau itu dari sekolah pasti menurut, karena dia beranggapan bahwasanya pendidikan itu mahal, namun di belakang sebenarnya dia selalu mendrumel.
Kemarin malam saya habis berdiskusi dengan Pak Gunawan, dia merupakan pemerhati pendidikan di Banyumas juga. Ketika saya gelontorkan pertanyaan tentang pungutan liar dan kemana aliran dana BOS? Dia berpendapat bahwa tidak ada yang namanya pungutan liar yang ada adalah sumbangan suka rela, dan dana BOS yang mengatur adalah komite sekolah jadi setiap kegiatan sumbangan pasti melalui komite sekolah, kesimpulanya dia berujar bahwa “yang perlu dirubah adalah kelakuan oknum-oknum yang ada didalam sekolah tersebut, karena sistem yang ada sekarang sudah dibuat sebagus mungkin tinggal oknumnya saja yang perlu di rubah”.
Saya sendiri sudah muak dengan keadaan di negeri ini ingin rasanya berbuat seuatu yang bisa merubah keadaan ini. Saya seperti mengamini perkataan pak Gunawan, memang yang perlu dirubah pertama adalah oknum,kedua oknum, ketiga oknum, dan keempat sistem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar